04 September 2008

Perlu Keterpaduan Dalam Pendidikan Agama Islam



Oleh : Abdul Haris Zuhad, S.Pd.I
(Guru PAI Kelas V Umar SDIT Harapan Bunda Semarang)


Banyak yang berkomentar bahwa system pembelajaran mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) berbeda dengan mata pelajaran yang lainnya, sebagian menganggap lebih rumit karena output dari pembelajaran agama Islam adalah perbaikan dan peningkatan ibadah, akhlak dan pengetahuan siswa terhadap pengetahuan keIslaman. Jika hanya mengandalkan jumlah jam pertemuan di kelas maka bisa dikatakan mustahil mewujudkan hasil pembelajaran yang demikian. Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya mata pelajaran PAI adalah sebagai penyeimbang mata pelajaran yang lain dalam rangka membentuk karakter anak didik dan memberikan pengaruh positif bagi anak didik dalam beramal sholih, berakhlak mulia dan bersopansantun sesuai dengan ajaran agama Islam. Permasalahannya adalah, apakah cita-cita agung tersebut pasti bisa diraih dengan hanya memberikan 2 jam pelajaran di setiap pekannya?

Untuk menjawab permasalahan itu, sebaiknya kita melihat kembali bagaimana karakter seseorang itu bisa dibentuk. Rasulullah saw menggambarkan seorang anak bagaikan secarik kertas yang bersih tanpa tulisan apapun, orang tuanya lah yang akan menentukan apakah ketika dewasa menjadi yahudi atau majusi bahkan menjadi pribadi muslim yang sempurna. Bukti teori pendidikan sudah digulirkan oleh Rasulullah jauh sebelum para ahli pendidikan berbicara masalah pendidikan anak. Dalam hal ini penulis memahami bahwa yang dimaksud dengan orang tua disini mempunyai 3 aspek; orangtua yang melahrikan dan merawat si anak dalam hal ini ayah dan ibu; orang tua yang memberikan pengajaran di lingkungan sekolah, yakni para guru dan ustadz; serta orang lain yang dianggap oleh anak sebagai contoh atau panutan di masyarakat atau dunia pergaulannya.

Sebenarnya, jika melihat realitas saat ini, sekolah belum melengkapi kebutuhan si anak didik dalam rangka memberikan pembelajaran tentang karakter atau pribadi muslim yang sempurna. Apalagi hanya 2 jam pelajaran sangat kurang tentunya untuk memberikan pemahaman dan membentuk karakter muslim yang kuat, ditambah lagi jika ada kendala-kendala teknis seperti mutu guru PAI yang kurang profesional dan cara penyampaian yang kurang efektif, maka bisa dibilang kalau pembelajaran PAI dengan 2 jam pelajaran seperti tidak ada pengaruhnya ke anak didik.

Sekolah bisa menyiasati permasalahan ini dengan membuat sebuah sistem Pendidikan Agama Islam yang terpadu, dalam artian bagaimana guru me-manage pola asuh anak didik dengan sebaik-baiknya, dalam hal ini guru ikut serta memantau anak didik tidak hanya di sekolah akan tetapi juga di rumah dan di masyarakat. Aplikasi dari konsep ini seperti ketika guru ingin melihat bagaimana kebiasaan anak didik ketika di pagi hari, begitu selesai shalat subuh guru menelpon anak didik untuk dicek, tidak perlu setiap hari, jika perlu jadikan itu program pekanan dengan agenda menelpon 5-8 anak setiap pekan. Sedangkan bentuk pemantauan di masyarakat bisa dengan membuka komunikasi dengan masing-masing orang tua anak didik sehingga guru mengetahui kebiasaan dan teman-teman bermain ketika di rumah.

Setelah mencoba untuk memberikan perhatian ke anak didik, konsep keterpaduan selanjutnya adalah seorang guru harus mampu memberikan tampilan pembelajaran yang terbaik, bukan hanya sebatas tampilan ketika di depan kelas, akan tetapi kelihaian seorang guru untuk bisa menyusun sebuah materi pembelajaran yang aplikatif, dalam hal ini seorang guru harus memahami bahwa semua ilmu adalah bersumber dari Allah SWT, tidak ada dikotomi mata palajaran, kalau perlu pada saat pelajaran PAI guru harus mampu mengembangkan ke ranah pelajaran umum, seperti halnya jika menjelaskan tafsir Surat Al-Mukminuun ayat ke 12-14 tentang bagaimana Allah menciptakan manusia, pada kondisi demikian, guru PAI harus mampu mengembangkan atau minimal mengetahui bagaimana teori janin yang ada dikandungan yang ada di ilmu kesehatan (biologi). Jika model pembelajaran seperti ini dapat di laksanakan dan dengan sentuhan-sentuhan kreatifitas pembelajaran, maka anak didik akan mendapatkan masukan ilmu yang komprehensif dan terpadu antara ilmu agama (dalil al-Quran) dan ilmu biologi (janin manusia).

Selanjutnya, keterpaduan yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah adanya sebuah kesamaan visi dan didukung oleh lembaga pendidikan dalam hal ini struktur sekolah dan setiap guru yang mengajar di lingkungan sekolah. Semua penyelenggara pendidikan harus mempunyai kesamaan tujuan dan cita-cita untuk memberikan pendidikan yang sempurna untuk anak didiknya, kesempurnaan ini bisa dituangkan dalam program-program pendidikan yang merangsang perkembangan fikriyyah (pola pikir anak didik), ruhiyyah (kecerdasan spiritual) dan jasadiyyah (perkembangan fisik anak didik). Syarat mutlak untuk mewujudkan keterpaduan pendidikan ini adalah adanya lingkungan pendidikan yang kondusif dimana setiap guru mampu menjadi teladan bagi anak didiknya, bagaimana mungkin anak didik bisa bersikap jujur (shiddiq) jika setiap hari dia melihat dan mendengar berbagai kebohongan yang ada di sekitarnya.

Demikian wacana konsep keterpaduan yang penulis tawarkan, semoga bisa menjadi referensi bagi aktivis pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik di negri ini. Khususnya bagi para guru PAI, yang mempunyai tanggungjawab besar untuk memberikan panduan beragama Islam yang benar kepada anak didiknya. Wallahu A’lamu bi showab.
»» Selengkapnya